Perjalanan Liliyana Natsir Atlet Wanita Inspiratif Penuh Prestasi


Credit: Blibli.com


Begitu banyak sosok wanita hebat yang berhasil membawa perubahan bagi dunia, negara, atau lingkungannya dengan upaya dan kerja keras yang meraka lakukan.

Bagi saya bukan hanya di bidang perdamaian, kemiskinan, kesehatan saja yang layak untuk disebut sebagai wanita inspiratif. Mereka yang berjuang dalam dunia olahraga pun patut disebut sebagai wanita inspiratif dengan segala prestasi dan kerja keras yang mereka perlihatkan.

Di Indonesia ada banyak atlet wanita berprestasi dan menjadi inspirasi bagi banyak kalangan di negara ini. Salah satu sosok yang saya pikir sangat pantas disebut sebagai salah satu atlet wanita terbaik yang pernah dimiliki oleh Indonesia adalah Liliyana Natsir.

Wanita kelahiran 9 September 1985 yang akrab disabapa Butet ini merupakan atlet Bulutangkis kebanggaan Indonesia.

Indonesia memang memiliki banyak atlet bulutangkis lainnya yang mendunia seperti Minarni Soedaryanto ,Susi Susanti, Ivana Lie, dan masih banyak lagi.

Namun sosok Butet menjadi terasa lebih membekas bagi saya karena atlet kelahiran Mando ini aktif di era 2000an yang merupkan era awal saya menonton bulutangkis.

Saya sudah mengikuti Bulutangkis sejak  awal 2000an dimana Indonesia begitu perkasa di sektor Putra kala itu. Taufik Hidaya bisa dikatakan merupakan bintang paling bersinar di dunia bulu tangkis Indonesia.

Tidak ada sosok wanita yang terlalu menonjol kala itu hingga akhirnya muncul bibit-bibit muda seperti Liliyana Natsir, Maria Kristin, hingga Greysia Polli yang membawa sektor putri terlihat lebih kuat.

Hanya, tanpa mengurangi rasa hormat kepada semua atlet bulutangkis putri Indonesia, Liliyana Natsir bisa dikatakan yang paling menonjol dan terbukti menjadi yang paling sukses secara prestasi Internasional.

Lilyana Natsir merupakan pebulutangkis spesialis ganda baik itu ganda Putri maupun ganda campuran. Namun, Lilyana Natsir lebih banyak bermain di sektor ganda campuran walaupun sempat mencoba bermain di nomor ganda putri.

Bersama pasangannya di nomor ganda campuran Nova Widianto nama Liliyana Natsir mulai melejit. Butet berhasil meraih Kejuaran Dunia pertamanya pada Tahun 2005 di Amerika Serikat ketika usianya belum genap 20 tahun.


Liliyana Natsir bersama Nova Widianto (Credit: cnnindonesia.com)


Pasangan Ganda Campruran ini pun terus berprestasi dan berhasil meraih medali Perunggu Olimpiade Beijing 2008. Saat itu usia Butet masih 22 tahun ketika meraih perunggu Olimpiade.

Sebagi penikmat Bulu Tangkis tentu saya berharap Butet bisa semakin membaik dan puncaknya meraih medali emas pada Olimpade berikutnya tahun 2012 di London.

Namun apa daya Nova Widianto pasangannya di nomor ganda Campuran harus gantung raket pada 2013. Bahkan sejak tahun 2011 Butet sudah harus mulai mencari pasangan baru untuk penyegaran.

Tentu bukan hal yang mudah untuk mencari kemistri dengan pasangan barunya dimana sebelumnya bersama Nova, mereka berhasil menjadi salah satu yang terbaik bahkan sempat menempati ranking 1 dunia.

Butet akhirnya dipasangkan dengan pasangan yang dua tahun lebih muda darinya, Tontowi Ahmad. Ada keraguan dan kekhawatiran Tontowi akan kesulitan mengimbangi permainan Lilyana Natsir kala itu, mengingat tidak ada rekam jejak yang luar biasa dari Tontowi Ahmad.

Keraguan itu sirna bahkan dalam waktu yang sangat cepat, pasangan baru ini berhasil meraih India Open dan Singapore Open pada tahun 2011.

Pada 2012 mereka berhasil meraih Emas All England yang merupakan salah satu kejuaran paling prestisius di dunia Bulu Tangkis.

Keraguan berubah menjadi harapan bahwa pasangan ini dapat membawa tradisi emas Olimpiade Indonesia tetap berjalan.

Namun harapan itu harus sirna, mereka harus tersingkir di Semifinal dan bahkan gagal membawa medali karena dikalahkan dalam perebutan tempat ketiga.

Bahkan tahun 2012 bisa dikatakan sebagai hasil terburuk untuk Kontingen Indonesia di ajang Olimpiade karena tidak berhasil membawa satu pun medali emas dan Bulu Tangkis yang selalu konsisten memberikan medali bahkan tidak menyumbangkan satu pun medali untuk Indonesia.

Kegagalan tersebut ternyata tidak menyurutkan semangat Butet, bersama Tontowi ia masih tetap bersaing diantara atlet terbaik dunia dan berhasil membuat Hattrick di kejuaran All England dari tahun 2012 hingga 2014.

Pasangan ini sempat menurun prestasinya pada tahun 2015, satu tahun sebelum Olimpiade 2016 di Brasil.

Pada tahun 2015 mereka tidak sekalipun meraih gelar juara di kelas Superseries yang membuat mereka diragukan untuk bersaing meraih medali emas Olimpiade, apalagi Butet sudah memasuki usia kepala tiga pada Olimpiade 2016.

Lagi-lagi butet berhasil meredam keraguan tersebut, dengan kerja kerasnya ia bersama Tontowi berhasil bangkit pada tahun 2016.


Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir di Olimpiade Brasil 2016 (Credit: Bbc.com)


Di Olimpiade Rio De Janeiro 2016 Butet benar-benar perkasa bersama Tontowi dari pertandingan pertama hingga dipertandingan Final mereka tidak pernah kehilangan satu set pun selalu menang dengan skor 2-0.

Bagi saya pribadi pada saat final bisa dikatakan tidak terjadi drama dalam pertandingan tersebut, final saat itu merupakan final yang nyaman untuk jantung orang Indonesia.

Mereka begitu dominan dan seolah menunjukkan kelasnya yang berada satu tingkat di atas lawannya yang berasal dari Malaysia.

Butet merupakan sosok pekerja keras dan juga tegas seperti yang diutarakan oleh rekannya Tontowi. Ia dikatakan tak segan untuk mengingatkan rekan duetnya tersebut bila  terjadi kesalahan.

Dari seorang yang dibimbing oleh Nova Widianto pasanganya terdahulu, Butet mampu menjadi pembimbing yang baik bagi Tontowi untuk membawa prestasi tertinggi bagi Bangsa Indonesia di ajang Olimpiade 2016 dan melanjutkan kembali tradisi emas yang sempat terputus pada 2012 silam.

Olimpiade 2016 sepertinya menjadi titik puncak karir bagi Lilyana Natsri. Setelah kejuaran tersebut selesai, wacana pensiun begitu sering terdengar mengingat usia Butet yang memang sudah tidak muda lagi.

Wacana tersebut akhirnya menjadi nyata pada awal tahun 2019 ketika Butet secara resmi mengumumkan gantung raket dan menggalkan dunia bulutangkis profesional.

Tentu banyak kalangan yang menyangkan hal tersebut termasuk pelatihnya di Pelatnas. Butet disebut-sebut masih memiliki fisik yang kuat bahkan dipercaya masih mampu bersaing di Olimpiade 2020 Tokyo.

Namun, keputusannya sudah bulat, ia kini tidak lagi menjadi pemain profesional, namun sosoknya akan sulit untuk dilupakan dengan berbagai prestasi yang begitu membanggakan. Total sebagai pemain profesional ia telah meraih 51 gelar juara internasional.



Angka yang luar biasa dalam kariernya sebagai salahsatu atlet terbaik yang pernah dimiliki oleh Indonesia.

Prestasi dan karakternya yang kuat patut menjadi contoh bagi para anak muda khususnya mereka yang berada di bidang olahraga bahwa prestasi tidak diraih dengan mudah perlu kerja keras dan ketekunan sebelum proses menunjukkan hasilnya.

Ketekutan, kerja keras, pantang menyerah, bisa dikatakan adalah sedikit dari karakter Lilyana yang dapat kita contoh dalam kehidupan ini. Butet di luar lapangan bukan sosok yang “banyak gaya” walaupun prestasinya segudang ia tetap merendah yang membawanya berhasil meraih prestasi tertinggi.

Liliyana bisa dikatakan merupakan atlet putri paling sukses di ajang Olimpiade karena berhasil menyumbangkan satu emas dan juga satu perunggu, belum ada atlet wanita yang pernah meraih medali lebih baik dari Butet.

Namun, tentu kita berharap rekor Butet ini akan dipecahkan oleh generasi muda lainnya.

Pesan Butet khususnya bagi para atlet bulutangkais seperti dikutip dari covesia.com

"Jadi, mereka harus kuat kalau ingin menjadi atlet yang sukses"

Bagi para wanita..

"Bagi seorang perempuan, pasti jiwanya lebih mellow, lebih perasa, capek sedikit pasti kerasa. Beda sama laki-laki. Mungkin ini yang harus diubah dari mereka,"

Menjadi atlet memang tidak mudah diperlukan tekad dan ketekunan untuk menjalaninya, sosok Lilyana Natsir bisa dijadikan contoh dan juga teladan untuk meraih prestasi dunia, seperti ucapan Butet berikut yang saya kutip dari covesia.com

"Tinggal bagaimana mereka tak berhenti di tengah jalan. Itu yang jadi kebiasaan karena kurangnya motivasi dan kerja keras saat berlatih di klub. Dengan bakat yang dipunyai seharusnya lebih memiliki keinginan besar agar bisa berprestasi di kancah dunia

Semangat terus Atlet-atlet Indonesia..!!


Referensi:
Wikipedia.org
covesia.com
olahraga.kompas.com

No comments

Powered by Blogger.